Jakarta -
Bagaimana rasanya bila setelah berlelah-lelah menapaki setidaknya 196 anak tangga untuk melihat kawah, tetapi ketika tiba di puncaknya, ternyata hanya menjumpai kaldera kosong?
Kawah Wurung, secara etimologi memang berarti kawah yang tidak jadi alias urung menjadi kawah. Tetapi jangan kecewa dulu, meskipun gagal melihat kawah, karena tempat wisata yang merupakan bagian dari Ijen Geopark ini sangat indah.
Geopark adalah sebuah wilayah geografi yang memiliki warisan geologi dengan keanekaragaman hayati dan budaya yang dikembangkan untuk konservasi, edukasi dan pengembangan ekonomi lokal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Kawah Wurung, masih ada 20 situs lainnya yang termasuk dalam Ijen Geopark, dan berada di wilayah kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi.
Karena sudah ditetapkan sebagai anggota UNESCO Global Geopark (UGG), Ijen Geopark bisa bersanding dengan situs geologi dunia lainnya seperti Cacapava di Brasil, Aras di Iran, dan Hakusan Tedorigawa di Jepang.
Keistimewaan Ijen Geopark adalah warisan geologi kaldera terluas di Pulau Jawa.
Sejarahnya, lebih 70.000 tahun yang lalu, Gunung Ijen Purba mengalami letusan super eksplosif yang membuat dapur magma kosong dan menyisakan morfologi berupa kaldera luas yang disertai dengan munculnya 22 anak gunung di dalam dan tepi kaldera.
Kawah Wurung yang terbentuk dari aktivitas vulkanisme yang kompleks ini memang memiliki keunggulan berupa tampilan morfologi gunung api intrakaldera.
Di tempat ini kita bisa menjumpai cekungan luas yang menyerupai kawah, tetapi bukan berupa lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma, gas atau cairan lainnya seperti kawah pada umumnya, melainkan berupa padang rumput nan luas.
Untuk bisa menikmati panorama 360 derajat ke seluruh lembah, pengelola kawasan wisata Kawah Wurung telah menyediakan infrastruktur berupa undak-undakan dari beton yang cukup landai untuk memudahkan pendakian.
Setiap anak tangganya dilengkapi dengan angka sebagai penanda, sehingga pengunjung tidak perlu repot menghitung berapa jumlah undakan yang telah dilaluinya.
Dengan ketinggian sekitar 1.500 MDPL, pendakian ke Kawah Wurung memang tidak setinggi Kawah Ijen yang mencapai 2.386 MDPL, sehingga Kawah Wurung lebih mudah diakses oleh masyarakat umum.
Setelah menyelesaikan 196 anak tangga, dan nafas mulai kembang kempis, pemandangan yang terpampang di depan mata akan membuktikan bahwa tak ada upaya yang sia-sia.
Padang sabana terbuka dengan kontur berbukit-bukit, terbentang sejauh mata memandang. Jajaran pegunungan berwarna hijau kekuningan di kejauhan, berbatasan langsung dengan cakrawala yang biru lazuardi.
Ditambah semilir angin yang sepoi, membuat siapapun tak ingin tergesa beranjak dari keindahannya.
Tak hanya pemandangan sabana, Kawah Wurung juga dikelilingi hutan yang dipenuhi tumbuhan unik bernama bandotan atau wedusan, yaitu semak dengan bunga berwarna putih keunguan berbentuk bulat yang membuat seluruh permukaan tanah dari kejauhan akan terlihat seperti diselimuti permadani ungu.
Dari puncak Kawah Wurung, kita juga bisa memandang Gunung Raung di kejauhan. Gunung dengan telaga Rowo Bayu di kakinya itu, diyakini sebagai latar dari kisah misteri KKN di Desa Penari, yang sempat viral beberapa waktu yang lalu.
Berbeda dengan puncak pegunungan di sekitarnya yang vegetasinya didominasi hamparan sabana berwarna kecoklatan, vegetasi Gunung Raung terlihat hijau, menandakan bahwa usianya lebih tua dari pegunungan lain di sekitarnya, demikian yang disampaikan oleh Doktor Mirzam Abdurrachman dari ITB yang membersamai rombongan geo-ekskursi PT Reasuransi Maipark Indonesia di Kawah Wurung.
Sayangnya, dalam kesempatan ini kami belum bisa mengunjungi Kawah Ijen karena masih berstatus waspada sehingga jalur pendakiannya ditutup untuk umum.
(msl/msl)