Jakarta -
Dalam menjalankan usaha, Adang Muhidin selalu memegang prinsip berbagi untuk semua orang. Hingga saat ini, usahanya yang bergerak di bidang kerajinan bambu yaitu ViraeAwie selalu menjunjung tinggi berbagi dengan masyarakat sekitar.
Salah satunya adalah dengan memberdayakan masyarakat penyandang difabel. "Kami melatih penyandang difabel agar mereka memiliki ekonomi lebih, agar bisa berdaya untuk diri sendiri," kata dia ditemui di workshop-nya di Kabupaten Bandung Barat, akhir pekan lalu, ditulis Minggu (11/8/2024).
Adang mengungkapkan, di VirageAwie ada 35 orang difabel yang bekerja terdiri dari 15 orang perempuan dan 20 orang laki-laki. Untuk perempuan di bidang kuliner dan laki-laki di kerajinan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Adang, keterbatasan fisik tidak membatasi keinginan untuk maju para pekerjanya yang berasal dari penyandang difabel. "Memang semuanya dilihat dari kemauan, pasti semua dari nol, belajar dulu. Dilihat semangatnya bagaimana. Sekarang sudah banyak yang jadi narasumber di mana-mana," imbuh dia.
Dia menceritakan di VirageAwie, sistem pengupahan untuk pekerja difabel ini memang bukan gaji bulanan. Namun per produk. Menurut dia, lebih cocok disebut sistem komisi. "Jadi kalau kami memang bukan gaji sistemnya, per produk langsung jadi dibayar, satu minggu ada yang jadi dibayar, ada yang upahnya Rp 1 juta, Rp 500 ribu, per komisi gitu ya, apalagi kalau orderan padat," jelasnya.
VirageAwie Klaster Usaha Binaan BRI Foto: detikcom/Sylke Febrina Laucereno
VirageAwie didirikan oleh Adang pada 2012 lalu, produk yang dihasilkan adalah kerajinan, konstruksi bangunan, kuliner, alat musik bambu, perhiasan bambu, alat makan hingga produk makanan. Berasal dari kata Pirage Awie yang berasal dari bahasa Sunda yang memiliki arti hanya bambu.
Filosofi dari kata Pirage Awi tersebut adalah selama ini bambu hanya dimanfaatkan untuk furnitur dan rebungnya diolah menjadi makanan.
"Jika dilihat dari nilainya, olahan bambu masih belum bernilai tinggi dan terdapat anggapan di masyarakat bahwa olahan yang 'hanya bambu' itu tidak mahal," kata dia.
Maka dari itu klaster Virage Awie memiliki misi untuk mengolah bambu sedemikian rupa supaya menjadi bermacam produk berkualitas dan bernilai lebih dibandingkan dengan olahan bambu pada umumnya.
Pemasaran produk bambu karya VirageAwie paling banyak di luar negeri. Mulai ke Jepang, India, Rumania, Jerman, Inggris, Singapura dan Malaysia.
Virage Awie sering diajak oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) untuk pameran di luar negeri dan bertemu dengan buyer.
BRI memang memberikan dukungan kepada Adang sejak 2014 lalu dan menjadikan VirageAwie sebagai salah satu klaster usaha binaan BRI. Melalui dukungan BRI pada 2014 dan VirageAwie mendapatkan dukungan dengan bantuan mendaftarkan hak cipta dan hak paten alat musik bambu hasil produksinya.
Kemudian BRI juga memberikan bantuan kredit usaha rakyat (KUR) dan mendapat bantuan alat produksi.
Kelompok yang dibentuk:
- Kelompok wanita Kreatif Tanginas yang memproduksi Pangsit, Brownies, Cendol
- Kelompok Wanita Kreatif Motekar, produksi Kerupuk Daun Bambu
- Kelompok Usaha Kerajinan Difabel
Pemberdayaan BRI:
- Pendanaan usaha KUR
- BRIncubator Bisnis: pelatihan digital marketing, pembuatan packaging
- Bantuan Peralatan Usaha:
* Virage Awie Academy: Bantuan perlengkapan dan perlatan usaha
* Kelompok wanita Kreatif Tanginas: Peralatan produksi
* Kelompok Wanita Kreatif Motekar:
VirageAwie Klaster Usaha Binaan BRI Foto: detikcom/Sylke Febrina Laucereno
Pada kesempatan berbeda, Direktur Mikro BRI Supari mengungkapkan bahwa BRI memiliki komitmen untuk terus mendampingi dan membantu pelaku UMKM lewat program Klasterkuhidupku. Program ini menjadi wadah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnisnya.
Dengan pemberdayaan dan pendampingan tersebut, pelaku UMKM dapat mengembangkan produknya dan memperluas usaha, hingga nantinya UMKM yang tumbuh dapat menjadi inspirasi bagi pelaku usaha di daerah lain.
"Kami berkomitmen untuk terus mendampingi dan membantu pelaku UMKM, tidak hanya dengan memberikan modal usaha, tetapi juga melalui pelatihan-pelatihan usaha dan program pemberdayaan lainnya, sehingga UMKM dapat tumbuh dan berkembang. Semoga kisah Klaster Bambu Pirage Awie dapat menjadi cerita inspiratif yang bisa ditiru oleh pelaku UMKM di daerah lain," tegas Supari.
(kil/kil)