Jakarta -
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut perekonomian global mulai membaik pasca pandemi COVID-19. Menurutnya hal ini tak lepas dari peran dari sektor hulu minyak dan gas (migas).
Bahlil menyinggung bagaimana Indonesia pernah jadi negara pengekspor minyak, dengan 50% pendapatan negara diperoleh dari sektor tersebut. Namun kini Indonesia menjadi negara pengimpor energi.
"Indonesia jadi negara yang dulunya OPEC, pada tahun 97, 96 sekitar 40-50% pendapatan negara kita didapatkan dari hasil ekspor minyak, dengan waktu itu (produksi) 1,6 juta barel per day, dengan konsumsi 700 barel per day," katanya dalam detikcom Leaders Forum 'Masa Depan Energi RI, Jaga Ketahanan demi Kedaulatan' di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang lifting kita hanya 600 ribu barel per day dan konsumsi 1,6 juta. Kita impor 900 sampai 1 juta. Ini tantangan besar menurut saya yang Indonesia harus lakukan ke depan," sambung Bahlil.
Selain minyak, Indonesia juga masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan LPG. Konsumsi nasional tercatat sebesar 7 juta ton, sementara produksi dalam negeri 1,9 juta ton. Artinya sisa kebutuhan tersebut diperoleh dari impor.
"Nah oleh karena itu, sejalan dengan misi besar Pak Jokowi dan pikiran besar Pak Prabowo, ke depan adalah kemandirian energi. Maka tidak ada cara lain adalah bagaimana meningkatkan lifting minyak," sebutnya.
Pendekatan yang pertama adalah eksplorasi potensi sumur-sumur minyak baru, dan optimalisasi sumur minyak yang sudah ada. Bahlil menyebut perlu ada intervensi teknologi untuk meningkatkan lifting, contohnya Enchanced Oil Recovery (EOR).
"Kedua, kita identifikasi potensi sumur-sumur idle yang masih produktif. Selain itu saya juga sampaikan kita harus sudah meningkatkan pemakaian kita pada energi baru terbarukan," bebernya.
Menurut Bahlil, Indonesia saat ini sudah memiliki program B35 sebagai bahan bakar. Ke depannya, kata dia, program tersebut akan ditingkatkan hingga B50, yang juga merupakan program Presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Khusus LPG, ke depan kita akan bangun industri LPG di dalam negeri, dengan memanfaatkan potensi C3 dan C4. Ini kita harus bangun supaya kita kurangi impor. Karena kalau impor banyak itu akan mempengaruhi neraca perdagangan," terang Bahlil.
"Bahkan hari ini, devisa kita hari ini setiap tahun keluar kurang lebih Rp 450 triliun hanya untuk membeli minyak dan gas, khusus LPG," tutupnya.
(ily/kil)