Jakarta -
Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo menjadi pembimbing disertasi Komisaris Polisi (Kompol) Agusetiawan yang bertugas di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Reserse Lemdiklat Polri. Penelitian yang dibimbing mengambil topik Rekonstruksi Penegakan Hukum Pidana dalam Pemidanaan Penyalahgunaan Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Api.
"Penelitian menekankan perlunya pembaharuan pengaturan kepemilikan senjata api, mengingat kepemilikan senjata api saat ini diatur dalam Undang Undang Darurat RI No.12/1951 yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga perlu pembaharuan, khususnya terkait pengaturan kepemilikan, penggunaan, hingga penegakan hukumnya," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Minggu (11/8/2024).
Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, Universitas Jayabaya, dan Universitas Pertahanan RI (UNHAN) ini menjelaskan, Peraturan Kepolisian Nomor 1 tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Standar Polri, Senjata Non organik TNI/Polri termasuk peralatan keamanan yang digolongkan senjata api, memang telah mengatur tentang perizinan senjata api olahraga, beladiri, serta untuk pelaksana tugas kepolisian. Namun, teknis tentang penggunaannya untuk bela diri belum diatur secara rinci.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salah satu temuan dalam penelitian ini juga menekankan pentingnya senjata api beladiri mengisi magasinnya dengan satu atau dua peluru hampa. Sehingga pada saat melakukan tembakan peringatan ke atas, peluru hampa tersebut tidak akan membahayakan masyarakat. Berbeda apabila melakukan tembakan peringatan menggunakan peluru tajam," jelasnya.
Lebih lanjut, Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri Indonesia (PERIKHSA) ini menerangkan perubahan Undang-Undang Darurat RI No.12/1951 sangat penting agar di dalamnya juga memuat ketentuan yang bersifat khusus dan spesifik tentang hak dan kewajiban pemilik senjata api. Termasuk tata cara penggunaan dan mekanisme penegakan etika dan pengawasan terhadap pemilik izin khusus senjata api bela diri.
Ia merinci salah satu bentuk penggunaan senjata api oleh warga sipil adalah untuk keperluan membela diri. Baik membela keselamatan nyawa, harta, dan kehormatan diri sendiri atau orang lain.
Menurut hukum hal tersebut dibenarkan hanya dalam keadaan tertentu, yakni keadaan bela paksa (noodweer), bela paksa berlebih (noodweer excess), maupun keadaan darurat (overmacht) sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Namun ketentuan lebih lanjut tentang teknis kapan seorang pemilik IKHSA bisa menggunakan senjata apinya, serta seperti apa tahapan penggunaannya (misal dikokang, diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan) sampai saat ini belum ada. Sehingga seringkali menyebabkan kerancuan, multitafsir, bahkan salah tafsir dari berbagai pihak. Baik dari sisi pemilik IKHSA sendiri, maupun dari sisi Kepolisian. Karena itu, perubahan Undang-Undang Darurat RI No.12/1951 sangat diperlukan," tandasnya.
(akn/ega)