Ladies, tahukah kamu bahwa kejadian bunuh diri di Indonesia masih tinggi? Bunuh diri merupakan masalah kompleks yang sebenarnya bisa dicegah lewat penanganan yang tepat. Sebagai salah satu cara meningkatkan pemahaman soal isu ini, dunia pun diajak untuk merayakan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia.
World Suicide Prevention Day atau Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia diperingati pada 10 September tiap tahunnya. Hari peringatan ini diresmikan pada 2003 lalu di Stockholm, Swedia, oleh Asosiasi Internasional untuk Pencegahan Bunuh Diri (IASP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut estimasi WHO, setiap tahunnya, 720 ribu orang di dunia meninggal akibat bunuh diri. Hampir 77 persen dari kejadian bunuh diri itu terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Sementara itu, di Indonesia sendiri, bunuh diri masih marak terjadi. Data oleh Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri mengungkap, selama 2024, ada 849 bunuh diri yang terjadi. Masalah ekonomi hingga sosial menjadi salah satu faktor terbesar penyebab bunuh diri di Indonesia, menurut Pusiknas Polri.
Kenapa angka bunuh diri masih tinggi?
Dikutip dari situs resmi WHO, bunuh diri dilakukan akibat faktor berlapis. Bunuh diri dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, biologis, psikologis, dan lingkungan yang terjadi dalam hidup korban.
Menurut WHO, negara-negara berpendapatan tinggi mencatat adanya kaitan antara bunuh diri dengan gangguan mental. Namun, banyak juga bunuh diri yang dilakukan secara impulsif saat seseorang sedang mengalami krisis dalam hidupnya.
Mereka merasa tak mampu menjalani tekanan yang datang, seperti masalah keuangan, masalah dalam hubungan sosial dan asmara, atau penyakit kronis, dan memilih mengakhiri hidup.
Mereka yang mengalami kejadian-kejadian traumatis, seperti konflik, bencana, kekerasan, atau perasaan terisolasi juga berpotensi melakukan bunuh diri. Selain itu, angka bunuh diri juga tinggi dalam kelompok-kelompok rentan, seperti pengungsi dan imigran, LGBT, orang-orang suku asli, hingga tahanan penjara.
Sementara itu, stigma yang mengelilingi isu kesehatan mental dan bunuh diri masih kuat melekat. Dikutip dari American Psychiatric Association, banyak orang dengan gangguan mental tidak mendapatkan pertolongan yang layak akibat stigma dan diskriminasi. Banyak dari mereka yang enggan mencari pertolongan karena khawatir dianggap berbeda atau dihina akibat kondisi mereka.
WHO menyebut, banyak korban bunuh diri yang tidak mendapatkan pertolongan saat mengalami krisis dalam hidup mereka. Pemahaman soal bunuh diri masih kurang baik karena dianggap sebagai hal tabu. Padahal, menurut WHO, bunuh diri adalah masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan respons tepat.