Jakarta -
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut selama enam tahun terakhir, terjadi lonjakan pemberian ASI eksklusif di Indonesia khususnya di masa enam bulan kehidupan pertama anak. Peningkatan signifikan di 2023 tercatat sebesar 68 persen dibandingkan 2017 52 persen.
Meski begitu, masih ada tantangan yang dihadapi bayi baru lahir. Survei Kesehatan Nasional (SKI 2023) menunjukkan hanya 27 persen bayi baru lahir yang menerima ASI pada jam pertama, satu dari lima bayi diberikan makanan atau cairan selain ASI di tiga hari pertama.
Sayangnya, angka jauh lebih kecil terjadi dalam kasus kontak kulit ke kulit dengan bayi, yakni hanya 14 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, WHO menekankan inisiasi menyusui, meletakkan bayi baru lahir pada payudara dalam jam pertama kehidupan sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi baru lahir dan membangun pemberian ASI jangka panjang. Penundaan pemberian ASI setelah lahir bahkan bisa memicu konsekuensi yang mengancam jiwa.
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan, dimulai dalam waktu satu jam setelah lahir. Terus memberikan ASI eksklusif tanpa makanan lain selama enam bulan pertama akan meningkatkan perkembangan sensorik dan kognitif serta melindungi bayi dari penyakit menular dan kronis.
Secara global, penelitian menunjukkan bayi yang tidak disusui memiliki kemungkinan 14 kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia satu tahun pertama mereka, dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama.
Terdapat pula bukti anak-anak yang disusui memiliki tingkat tes kecerdasan, dengan peningkatan IQ sebesar 3 hingga 4 poin, lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami obesitas atau kelebihan berat badan, dan memiliki risiko diabetes yang lebih rendah di kemudian hari. Praktik pemberian ASI yang optimal dapat menyelamatkan nyawa lebih dari 820.000 anak di bawah usia lima tahun setiap tahun dan mencegah 20.000 kasus kanker payudara pada wanita setiap tahunnya.